Translate

“Rasa takut terhadap manusia jangan sampai menghalangi kamu untuk menyatakan apa yang sebenar-benarnya jika memang benar kamu melihatnya, menyaksikan atau mendengarnya.” (HR Ahmad)

“Raja (pemimpin) dan agama merupakan dua sejoli, tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena agama adalah pondasi sementara raja adalah penjaganya, jika tidak memiliki pondasi maka akan hancur, dan jika tidak memiliki penjaga maka nilai-nilai yang terkadung didalamnya (Islam, Iman, Ihsan) akan rapuh dan segera sirna”
Assalâmu'alaikum warahmatullâhi wa barakâtuh

jadwal sholat

Akan lahir dari ilmu:

kemuliaan walaupun orangnya hina, kekuatan walaupun orangnya lemah, kedekatan walaupun orangnya jauh, kekayaan walaupun orangnya fakir, dan kewibawaan walaupun orangnya tawadhu'

07 December 2011

Skenario Dramatis Barat terhadap Iran

suarAsia - Kampanye Palestina dan Islam untuk Dunia

Posted by: Brigade Al-Karamah | 12 Muharram 1433 H
















Amerika Serikat, Eropa, dan rezim Zionis Israel telah merancang skenario berbahaya dan manipulatif terhadap Republik Islam Iran. Media-media mainstream juga aktif melancarkan serangan propaganda dan memanipulasi fakta untuk mengucilkan negara-negara independen seperti Iran.

Kampanye kotor Barat terdiri atas dua dimensi utama: Pertama, skenario yang menuding Iran berencana membunuh Duta Besar Arab Saudi untuk Washington. Langkah ini akan memudahkan Barat untuk mengeluarkan peryataan seragam bahwa Tehran mensponsori terorisme. Dan kedua, Barat menunggangi lembaga-lembaga internasional, termasuk Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk merilis laporan yang memojokkan Iran terkait program nuklir damainya. Kebijakan ini tentu akan meletakkan dasar bagi AS dan sekutu-sekutunya untuk mempromosikan sanksi baru dan ancaman serangan militer terhadap Iran.

Skenario Amerika, Eropa, dan Israel dirancang begitu cerdik dan tajam untuk membuat masyarakat internasional percaya atas klaim-klaim tak berdasar mereka.

Sementara tahap pertama kampanye anti-Iran adalah menciptakan kekacauan internal dan menggerakkan anasir-anasir pro-Barat di tengah pergolakan dan kebangkitan rakyat di negara-negara regional. Namun, skenario ini gagal karena kuatnya persatuan di tengah masyarakat Iran ditambah lagi sikap anti-Barat bangsa ini.

Tahap kedua kebijakan konfrontatif itu adalah menuding Iran berupaya melancarkan aksi teror di AS. Tudingan itu selain bertujuan untuk mengucilkan Iran di kancah internasional, juga sebagai alat untuk mengalihkan perhatian publik dunia atas gelombang krisis ekonomi yang menyapu AS dan seluruh Eropa. Gerakan Occupy Wall Street muncul untuk menuntut reformasi sosial, politik, dan ekonomi di struktur pemerintahan Washington dan sistem kapitalis. Gerakan itu telah merambah seluruh Amerika dan menjalar ke negara-negara lain di dunia.

Ironis, jika AS menuding Iran mensponsori aksi terorisme di dunia pada saat negara adidaya itu telah meluncurkan lebih dari 20 perang internasional dan membunuh jutaan warga dunia. Bukankah AS sponsor terbesar terorisme di dunia? Paling tidak, AS bertanggung jawab atas kematian puluhan juta warga tak berdosa selama perang Korea, Vietnam, Afghanistan, Irak dan perang-perang lain.

Adapun tahap berikutnya skenario anti-Iran adalah klaim bahwa Tehran berupaya memproduksi senjata nuklir. IAEA merilis laporan yang menyatakan program nuklir Iran kemungkinan dialihkan untuk tujuan militer. Laporan tak berdasar ini telah menghasut pemerintah Barat untuk mengambil tindakan lebih jauh terhadap Iran, termasuk sanksi sepihak dan bahkan ancaman serangan militer.

Laporan tersebut juga telah meletakkan dasar bagi sejumlah negara Eropa seperti, Inggris dan Belanda, untuk menjatuhkan sanksi keuangan yang lebih keras terhadap Iran dan memutuskan perdagangan mereka dengan negara Teluk Persia ini. Hal itu juga mendorong Israel untuk memperbaharui ancaman perangnya terhadap Iran, yang secara diam-diam didukung oleh AS dan sekutu-sekutunya di Eropa.

Sayangnya, organisasi internasional seperti, IAEA dan Dewan Keamanan PBB telah berubah menjadi alat politik AS dan sekutunya untuk menekan negara-negara yang bertentangan dengan mereka.

Skenario anti-Iran sedang berlangsung dan memiliki pendukung sendiri. Namun yang jelas, bangsa Iran tidak akan menyerah bahkan sedikitpun tidak akan tunduk pada tuntutan kekuatan-kekuatan arogan. Tehran juga mengetahui bagaimana cara mempertahankan diri terhadap ancaman psikologis atau militer musuh. (IRIB Indonesia/RM/NA) Kamis, 2011 Desember 01 11:53



Allah-green.svg

...***Brigade Al-Karamah***...
suarAsia.blogspot.com

...

No comments:

Mengapa bangsa Indonesia harus memberikan rasa kepedulianya terhadap Palestina?
Sedikitnya ada 5 alasan yang mendasarinya yaitu:
1. Palestina adalah tanah yang diwakafkan Umar Bin Khatab kepada Umat Islam
2. Palestina adalah tempat suci Umat Islam
3. Palestina adalah Qiblat pertama Umat Islam
4. Palestina adalah negeri Isra' Mi'rajnya Baginda Nabi Muhammad SAW
5. Palestina adalah alasan Historis, Palestina mendukung kemeredekaan Indonesia
"DEMI KEBANGKITAN ISLAM KAMI RELA BERKORBAN UNTUK ISLAM YANG MULIA"

PAHAM ZIONISME DAN ISRAEL

Teror... Peperangan, pengusiran dan pembantaian... Selama puluhan tahun hingga kini Al Quds bersimbah darah, air mata dan penderitaan... Namun sebelumnya, terdapat masa di mana Palestina menjadi teladan bagi perdamaian, kerukunan dan keadilan. Pemeluk agama yang berbeda hidup berdampingan sebagai saudara dan beribadah dengan semangat saling menghormati dan menghargai. Masa kedamaian ini terjadi dalam sejarah di masa pemerintahan Muslim. Kala itu, wilayah ini di bawah pemerintahan Islam setelah pengambil-alihan Palestina oleh Khalifah Umar pada tahun 637 M. Pemerintahan baru ini memperlihatkan toleransi besar terhadap kaum Nasrani dan Yahudi. Sebagaimana ajaran Islam, pemerintahan Muslim mengizinkan pemeluk agama lain untuk hidup sesuai agama mereka masing-masing. Kekhalifahan Utsmaniyyah mengambil alih wilayah ini pada tahun 1517 dan memperlihatkan toleransi dan keadilan yang sama sebagaimana pemerintahan Muslim sebelumnya. Mereka membangun suasana perdamaian dan kebebasan di wilayah yang masih menjadi teladan hingga kini. Berkat “sistem bangsa,” yang mengizinkan pemeluk agama berbeda untuk hidup sesuai keyakinan masing-masing, kaum Nasrani dan Yahudi menikmati lingkungan yang penuh toleransi, keamanan dan kebebasan di wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah.